Rabu, 12 Desember 2012

CITA-CITA para JUARA

Sejarah mencatat sebuah peristiwa ‘sederhana’ yang terjadi belasan abad silam. Empat orang pemuda sedang berada di Ka’bah, dekat Rukun  Yamani. Mereka adalah tiga bersaudara; Abdullah bin Zubair, Thalhah bin Zubair dan Urwah bin Zubair. Sedangkan satunya lagi adalah Abdul Malik bin Marwan. Di tempat yang mulia itu mereka berbincang-bincang tentang cita-cita.
“Aku bercita-cita ingin menjadi penguasa Hijaz.” Kata Abdullah.
“Aku ingin menjadi penguasa Irak.” Kata Thalhah.”
“Aku ingin menjadi seorang alim yang terpercaya.” Ungkap Urwah.
“Jika kalian merasa puas dengan cita-cita kalian, maka saya pun bercita-cita ingin menjadi khalifah bagi seluruh kaum muslimin.” Pungkas Abdul Malik.
Obrolan singkat ini dicatat oleh sejarah. Dan akhirnya sejarah pula yang menjadi saksi bahwa mereka tidak sedang berangan-angan. Abdullah berhasil meraih cita-citanya menjadi pemimpin Hijaz. Thalhah menjadi gubernur Irak. Sedangkan Urwah mejadi ulama terkemuka di kalangan tabi’in, orang yang paling banyak meriwayatkan hadits dari bibinya, Aisyah Radhiyallhu’anha. Sedangkan Abdul Malik bin Marwan berhasil menduduki kursi kekhalifahan.

Beda Cita-cita, Beda Angan-Angan
Jika untuk meraih cita-cita kau menempuh proses yang sealur dengan titik yang hedak kau tuju. Kau mengenali tabiat perjalanan, siap membayar harga untuk sampai di tempat tujuan yang dicita-citakan. Berarti kau benar-benar sedang bercita-cita. Tetapi jika sebaliknya, jalan yang kau tempuh justru berbelok arah dari titik tujuan, atau menunda pekerjaan di setiap tahapan perjalanan, dan tidak siap membayar harga yang sepadan dengan harapan, sadarlah bahwa kau sedang berangan-angan, sedang mempersiapkan kegagalan.

Apa Adanya, Mengalir Seperti Air
Seperti halnya saya, dan mungkin juga Anda pernah ditanya tentang rencana kehidupan. Lalu saya jawab, “Santai aja. Biarkan hidup mengalir seperti air.” Sebuah jawaban yang kadang sering diartikan sebagai 'hidup tanpa arah, tanpa rencana, dan liar'. Padahal tabiat air justru sungguh konsisten, selalu menuju satu titik yang pasti. Yaitu titik paling rendah yang bisa dacapainya. Jika pun ada rintangan yang menghadang di hadapan, maka dia tidak akan pernah berhenti berusaha, mencari celah, atau harus mendaki dahulu untuk kemudian menemukan jalan turun, muara adalah ujungnya. Atau ia habis dalam perjalanan sebelum sampai di tujuan, akan tetapi ia telah membuktikan bahwa ia sudah bergerak, mengalir  dan memberi arti bagi kehidupan.
Kau ada jika memiliki cita-cita. Dan kau benar-benar ada jika kau mau menempuh jalan, dan membayar harga untuk cita-citamu. Sebab, kesuksesan itu menjadi berkesan dan layak dikenang karena proses untuk menuju, dan harga yang diberikan untuk hasil yang kau ingin.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan