Di sebuah rumah sakit. Dua orang pasien menempati
sebuah ruang rawat inap. Sebut saja A, seorang pasien yang sudah cukup lama menjalani
perawatan. Dia hanya sanggup duduk di ranjang rawat. Sementara di sebelah sana,
sebut saja B, kondisinya nampaknya lebih parah, dia hanya
bisa berbaring melihat langit-langit kamar. Mulanya dua pasien ini tidak saling
kenal. Seiring berjalannya waktu, keduanya sering saling menyapa. Semakin hari
semakin akrab sehingga mereka saling bertukar cerita tentang berbagai hal;
tentang sakit yang mereka derita, tentang pekerjaan mereka, kehidupan keluarga,
kampung halaman…
Si A nampak lebih tegar menghadapi ujian ini. Sementara si B, sering
mengeluhkan kondisi sakitnya yang tak kunjung sembuh. Si A dengan sabar
mendengar keluh-kesahnya, sembari menghibur agar ia tetap bersabar.
Unik, si A memiliki kebiasaan duduk menghadap jendela rumah sakit.
Sepertinya ia melihat pemadangan di laur sana…si B yang tidak bisa duduk lantas
bertaya,
“Kawan, ada apakah di luar sana?”
Si A kemudian menceritakan pemandangan di luar rumah sakit, katanya,
“Di luar sana ada sebuah taman yang asri, di tengah-tengahnya ada kolam
yang luas dan jernih. Anak-anak bermain kapal-kapalan, angsa putih berengang
dengan riang…”
Demikian hari-hari berlalu, setiap sore si A menceritakan keadaan
kehidupan yang indah di luar rumah sakit.
“Dua orang berjalan bergandengan tangan, suami-istri nampaknya…kata A
suatu sore. Sebagian menaiki perahu kecil lalu mengelilingi telaga sambil
tertawa. Itu di sebelah sana, ada sejumlah orang, mungkin satu keluarga duduk
di bawah pohon yang rindang. Sebagian lagi duduk di dekat bunga yang sedang
mekar…dan langit memang sedang cerah, biru indah sekali…” Tutur si A. si B
selalu setiap mendengar cerita kawannya ini. Kadang ia memejamkan mata, mencoba
untuk membayangkan kehidupan di luar sana, mengumpulkan semangat dan harapan
untuk sembuh. Sesekali ia bertanya mengoba rasa penasarannya….
Pada suatu sore, temannya menceritakan jika di seberang sana, di jalan
raya sedang ada parade…Ia menyimak cerita meski kadang kurang terdengar karena
ada suara musik dari luar sana…
Hingga suatu sore, susana sepi. Tidak ada suara dan cerita. Hiks…rupanya
si A yang baik hati itu meninggal dunia. Hal itu ia ketahui dari perawat yang baru
saja menelpon pusat layanan pasien..
Betapa sedih hati si B kehilangan sahabat. Tidak ada lagi yang bisa
meceritakan kondisi dan pemadangan di luar sana kepadanya. Suatu hari ia
meminta agar ranjangnya di pindah, digeser ke dekat jendela tempat sahabatnya
dulu. Perawat mengabulkan.
Suatu sore ia berusaha sekuat tenaga untuk duduk…ia berusaha mengangkap
kepaanya, lalu setengah badannya, namun gagal. Dia terus berusaha hingga
akhirnya ia berhasil. Betapa kaget dirinya ketika melihat di luar sana tidak ada
apa-apa selain jendela dan tembok rumah sakit.
“Apakah benar, jendela ini tempat yang dulu teman saya dirawat?”
tanyanya dengan nada heran campur tak percaya.
“Benar, tuan. Memangnya ada apa pak?”
“Dia sering menceritakan kepadaku bahwa di luar sana ada pemandangan
yang indah…”
“Tidak. Memang di sana tidak ada apa-apa. Lagi pula dia seorang pasien
yang buta.”
Mendengar penjelasan perawat si B tiba-tiba menangis. Tangis haru
mengenang kebaikan dan ketegaran seorang shahabat.
*Dikutip dan diterjemahkan dari Qashahasun ‘Allamatni Al-Hayat,
karya Muhsin Jabar.
0 komentar:
Posting Komentar