Prolog
Para shahabat Rasulullah Shallalhu'alaihiwasallam adalah generasi
terbaik umat ini. Tidak akan pernah ada lagi generasi yang menandingi apalagi
mengungguli mereka. Mereka adalah orang-orang yang telah mencapai puncak
keinginan dan impian setiap insan beriman, yaitu ridha Allah. Allah l
berfirman,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.” (QS.
At-Taubah: 100)
Rasulullah n bersabda, “Sebaik-baik
manusia adalah kurunku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka.” (Muttafaq
alaih)
Maka sudah seharusnya kita meneladani mereka,
sebab mereka adalah generasi terbaik; mereka adalah representasi dari praktik berislam yang kafah. Mereka adalah sekumpulan manusia yang
paling baik hatinya, paling mendalam ilmunya, menjadi penolong dan berjihad
bersama Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam.
Setelah bergaul dan merenungkan, seorang
pembesar tabi’in, Imam Al-Auzai menyimpukan bahwa ada lima karakter yang selalu
ada pada setiap shahabat Rasulullah sekaligus karakter orang-orang yang
mengikuti jejak mereka. Beliau mengatakan, “Lima hal yang para para shahabat
Rasulullah n dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, mereka selalu
berada diatas lima hal tersebut, yaitu: melazimi jama’ah, mengikuti
sunnah, memakmurkan masjid, membaca Al-Qur’an, dan jihad fie sabilillah.”[1]
Melazimi Al-Jama’ah
Al-jama’ah memiliki dua bentuk dan pengertian; pertama
al-jama’ah dalam arti al-haq (kebenaran). Dalam pengertian ini,
berpegang teguh kepada al-jama’ah berarti berpegang teguh kepada
kebenaran, yaitu Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah n. Kaitan dengan pengertian ini
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Al-Jama’ah adalah engkau berpegang teguh kepada
kebenaran meskipun engkau sendirian.” Oleh karena itulah orang yang berpegang
teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah disebut Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Kedua, al-jama’ah berarti jama’ah kaum muslimin, yaitu
kekhilafahan Islam. Dalam pengertian ini berpegang teguh kepada al-jama’ah
artinya taat dan patuh kepada imam/khalifah kaum muslimin dan tidak keluar
darinya. Sebab wujudnya jama’ah dalam pengertian khilafah akan berfungsi
sebagai penjaga dan pengikat urusan agama dan pengatur urusan dunia umat Islam
secara kolektif. Sebaiknya ketiadaannya berakibat terceraiberainya urusan agama
dan dunia umat Islam.
Rasulullah n menegaskan,
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ
وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ
الاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ
“Hendaknya kalian selalu bersama jamaah, dan
jauhilah perpecahan. Sesungguhnya setan bersama orang yang sendirian dan setan
akan lebih jauh dari dua orang.”
Untuk kondisi hari ini al-jama’ah
dalam pengertian yang kedua jelas tidak ada. Tidak ada kekhalifahan Islam.
Sehingga yang kita upayakan adalah jam’ah dalam pengertian yang sederhana yaitu
berusaha untuk senantiasa berada dilingkungan orang-orang yang akrab dengan
kebaikan, bergaul dengan komunitas yang mendukung kita untuk selalu berada di
atas kebenaran.
Bilal bin Sa’d berkata, “Saudaramu adalah
yang jika berjumpa denganmu ia senantiasa mengingatkanmu kepada Allah, dan
menunjukkanmu kekurangan dirimu, saudara seperti itu lebih baik bagimu daripada
saudara yang setiap kali menemuimu ia memberikan uang kepadamu.”[2]
Al-Hasan Al-Bashri t “Suadara seiman lebih
kami cintai daripada keluarga kami. Sebab, suadara seiman mengingatkan kami
pada akhirat, sedangkan keluarga kami selalu mengingatkan kami urusan dunia.”[3]
Muhammad bin Yusuf t mengatakan, “Apakah yang
semisal dengan saudara seiman yang shalih? Kelak, keluargamu akan membagi harta
warisan yang kau tinggalkan, bersenang-senang dengan harta yang engkau wariskan,
sedangkan dia –audara seiman- berdiri disamping kuburmu, mengingat apa yang
telah engaku perbuat dan kemana Anda kembali. Kemudian dia mendoakanmu dalam
gelap malam, ketika dirimu berada dalam himpitan tanah kuburan.”[4]
0 komentar:
Posting Komentar