Saat itu nampak Amir bin Rabi’ah sedang sibuk berkemas. Ia bersama
istrinya Fatimah binti Al-Khathab sedang mempersiapkan perlengkapan dan
bekal perjalanan hijrah menuju Habasyah. Karena suatu keperluan Amir
berpamitan keluar rumah. Saat itulah Umar bin Khathab, kakak kandung
Fatimah datang. Rupanya kabar bahwa adik yang dicintainya akan
meninggalkan Mekah sampai juga kepadanya. Dengan wajah sedih Umar yang
ketika itu masih musyrik berkata,
“Apakah kalian akan benar-benar pergi wahai Ummu Abdillah?”
“Benar”
jawab Fathimah. “Kami akan pergi menuju belahan bumi Allah yang lain.
Sebab kalian telah banyak menyakiti kami, dan memaksa kami untuk
mengambil keputusan ini. Kami akan tinggal di sana, hingga Allah
memberikan jalan keluar.” Sambung Fathimah.
“Semoga Allah menyertai kalian.” Ucap Umar lirih.
Fathimah mengatakan, “Saya
tidak pernah melihat Umar selembut itu sebelumnya. Ia terlihat begitu
sedih dengan kepergian kami. Padahal sebelumnya tidak ada seorang pun
dari kami melainkan pernah merasakan tindakan kasar dan kemarahannya.”
Tidak lama berselang, Amir pun kembali. Tapi Umar sudah pergi.
“Wahai Abu Abdillah, seandainya tadi kamu bertemu Umar, dan melihat raut kesedihannya karena kepergian kita.” Fatimah menceritakan.
“Apakah kamu masih berharap orang seperti dia akan mau masuk Islam?” Tanya Amir dengan nada sangsi.
“Ya.” Jawab Fathimah singkat.
“Umar tidak akan mungkin masuk Islam sampai keledainya masuk Islam duluan.” Ujar Amir dengan nada pesimis.
Amir berkata demikian karena sudah sangat sering menjadi sasaran tindak kekerasan Umar, bahkan hingga sesaat menjelang keislaman Umar.
*Janganlah
berbagai kesulitan menyebabkanmu berhenti berharap kebaikan. Dan
jangan pernah menutup pintu untuk segala kemungkinan.
*Disadur dan diterjemahkan dari buku 'Hakadza Hazamul Ya's'
2 komentar:
asiiiiiiiiiiiiikk.. nemu bloge pak yasir.. sayang ga di WP.. heuu..
tapi tetep bisa difollow koq.. so, saged update.. hihi
asiiiik kedatangan tamu mb Fajarwae.
tpi syg G' d BS... :D
Posting Komentar