Selalu
memiliki keyakinan. Selalu mempunyai semangat. Selalu memupuk harapan.
Itulah sebagian sifat yang seharusnya melekat seorang mukmin. Ia tidak
pernah mengenal sikap putus asa dalam kamus hidupnya. Sebab, putus asa
berarti melemahnya keyakinan, lumpuhnya semangat, dan hilangnya
harapan. Sedangkan ia mengerti bahwa Allah telah melarang itu,
“Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah.”
Sikap
putus tidak akan pernah bisa menguasai hati orang beriman. Karena
keputusasaan hanya akan mematikan gerak hidupnya, menjadikan kakinya
tertanam dalam lumpur kelemahan, sehingga tidak mampu mengubah keadaan
dirinya. Parahnya lagi tawakalnya berangsur-angsur memudar, lalu
berburuksangka kepada Allah. Karena itu ia selalu ingat akan teguran
Tuhannya,
“Janganlah kamu sekalian berputusasa dari rahmat Allah. Tiada yang berputusasa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” Ya. berputusasa berarti mendahului takdir. Sikap sok tahu. Seolah kegagalan sekarang adalah kegagalan esok, lusa dan seterusnya. Padahal tiada yang mengerti perkara apa dikemudian hari, kecuali Dia yang Maha Mengetahui.
Oleh itu, berbaiksangkalah kepada Allah. Sebab Dia akan memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan persangkaannya. Jika baik, baik pula. Jika buruk, buruk pula.
Baginda Nabi menasihatkan, “Optimislah dalam meraih kebaikan, niscaya kalian akan mendapatkannya.”
Berikutnya, jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan, atau ingin memetik buah kebikan sebelum benar-benar matang. Ada pepatah gurun mengatakan, “Siapa yang ingin memetik hasil sebelum waktunya, maka ia diganjar dengan kegagalan.”
Lalu, timbanglah segala keadaanmu dengan timbangan langit. Renungkan dengan logika langit. Agar lapang jiwamu, dan luas ruang pandangmu. Jangan hanya menimbang dengan logika bumi, sebab ia akan menghempaskanmu ke ruang yang gelap dan sempit.
*Disarikan dari bagian awal buku “Hakadza Hazamul Ya’s” Salwa Al-Udhaidan.
0 komentar:
Posting Komentar