Mendekati
akhir, menelusuri tulisan di 'rumah lama' saya tersenyum. Ternyata ada
ya tulisan saya yang seperti ini. O ya, ketika menulisnya saya sedang
merasa jenuh dengan setumpuk pekerjaan yang seolah tiada habisnya. Lalu
rehat sejenak, dan jadilah seperti ini:
Menyusuri
tiap baris kalimat, menata titik dan koma, agar tak salah tertangkap
makna. Membumikan pesan agar tumbuh, berbuah lebat, berdaun rindang.
Mengubah pesan dari bumi gurun agar bercitarasa negeri seribu pulau. Dan ketika jiwa lelah terjebak jenuh. Kau harus jujur bahwa ada sisi jiwamu yang hilang. Alpa dari mengeja ayat-ayatNya yang terhampar sejauh mata memandang, berganti gelap menuju terang, terbit dan terbenam, berganti warna beralih musim. Bisa saja kau beralasan bahwa jiwamu terbang tak terkurung dalam ruang. Namun tetap saja yang tersurat di situ dengan yang tersirat di sana berbeda rasa. Dan Bahwa geraklah yang menjadikan sesuatu disebut hidup. Seperti air yang mengalir hingga ke muara. Bergerak menyusuri lembah, merambah hutan, menuruni tebing, menikmati tarian ditiap kelokan, karena itulah yang menjadikan sungai jadi indah. Menjadikan yang mati jadi hidup. Hijau. Lalu perjalanan berakhir di muara. Bersatu bersama yang telah lebih dulu tiba di sana. Memulai perjalanan yang baru, menjadi awan berarak bersama angin, menjadi hujan, lalu menumbuhkan dan mengalir lagi. Jadi, hidupmu adalah gerak.
0 komentar:
Posting Komentar